Pages

Kamis, 31 Maret 2011

PERTIWIKU MENANGIS

Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan yang dahsyat dan bumi mengeluarkan segala isinya. Manusia bertanya-tanya, “”ada apa ini ?” hari itu bumi menceritakan kepada manusia tentang ihwalnya.(Al Zalzalah:1-4)





Penghujung tahun yang mengungkap banyak misteri tentang alam. Bencana alam berupa tanah longsor, tsunami, gempa , banjir bandang dan gunung merapi yang meletus adalah sebuah fenomena alam dan kita sendiri pun hanya bisa menerka-nerka apa penyebab dari semua kejadian itu. Sungguh miris dirasakan, rentang waktu yang relative singkat antara bencana yang satu dengan yang lainnya. Bisa dikatakan beruntut bahkan bergantian, menyebabkan kita terus dihantui rasa takut dan khawatir yang tak berujung.
Alam yang berkata, kita yang mengira. Segala hal yang terjadi tak kan mampu kita jangkau sebelumnya. Pikiran dan terkaan kita terhadap sesuatu yang akan datang sungguh terbatas. Walau banyak di antara manusia kita yang memiliki kemampuan pengetahuan tentang prediksi keadaan dalam bidangnya masing-masing seperti pakar geologi, geofisik, anatomi dll. Namun, semua kembali pada yang Maha Kehendak yaitu Tuhan Semesta Alam. Segala kejadian di langit maupun di bumi adalah kehendak-Nya.





Membaca Koran, mendengarkan radio dan melihat berita melalui televisi membuka mata indera dan batin kita akan gentingnya bumi Indonesia. Pertiwi yang damai dan sejahtera tak lagi tercipta. Beragam bencana datang bertubi-tubi di berbagai daerah. Tsunami di Mentawai, longsor di Wasior dan gunung merapi meletus di Jawa Tengah bahkan masih ada bencana-bencana kecil lainnya seperti kecelakaan Kereta Api yang terjadi beberapa minggu kemaren dsb, merupakan fenomena alam yang tak bisa dibilang biasa. Kalau begini, tak satu pun orang berhak untuk disalahkan. Siapa pun itu, petinggi negarakah?, pemerintah? Atau rakyat biasa penyebab dari semua? Itu salah besar. Banyak orang berasumsi bahwa semua bencana yang terjadi di bumi pertiwi adalah dampak dari pada pemerintahan petinggi Negara yang bertahta saat ini. Syakwa sangka seperti itu tidak logis. Terjadinya bencana sedikit pun tak berhubungan dengan pemerintahan. Hanya saja orang-orang melatar belakangi system pemerintahan yang kurang memuaskan dengan adanya bencana. Apalagi kemaren hari sebelum bencana menjajah negeri, banyak terjadi demonstrarsi di berbagai kalangan tentang keluhan system pemerintahan yang tidak membuahkan hasil perdamaian dalam masyarakat. Selain itu banyak pula beranggapan tentang kabar angin tentang kiamat 2012 yang dicetuskan oleh Mama Louren, seorang peramal terkenal yang lebih dulu menghadap Tuhannya.




Mari kita lihat dari sisi ilmiyah tentang adanya bencana. Bumi kita telah renta. Ahli geologi dan geofisik memperkirakan bahwa bumi kita 4,54 milyar tahun lamanya. Perkiraan ini berdasarkan cara menghitung umur dari material bebatuan. Selain itu, coba kita analogikan dengan orang tuan (buyut). Apabila seseorang telah berumur tua, organ-organ tubuh di dalamnya mulai mengalami perubahan dalam system gerak, pernafasan dll. Bahkan mungkin bisa dikatakan banyak terdapat organ-organ tua yang telah rusak. Nah… dari analogi tersebut kita bisa membayangkan tentang keadaan bumi kita yang telah berjuta-juta tahun hidupnya. Selain itu lempengan-lempengan dasar dari bumi mulai bergeser dan retak, itu salah satu penyebabnya. Kalau bencana yang berupa banjir dan tanah longsor, mungkin kita bisa menebak apa penyebab sederhananya seperti: menebang pohon-pohon dan membuangnya secara tak bersahabat, membuang sampah sembarangan, memadatkan kota dengan bangunan-bangunan dsb. Dengan kaca mata ilmiyah, semua kejadian yang terjadi bisa dikatakan logis atau diterima oleh akal.




Dalam pandangan agama pun, kita bisa mensingkronisasikan dengan keadaan yang terjadi di sekeliling kita. Namun kaca mata agama lebih bersifat abstrak. Apabila diperinci lebih detil penyebab pertama terjadinya bencana adalah karena olah manusia itu sendiri. Beberapa ayat Al Quran yang mendasari pernyataan tersebut adalah “Musibah apa saja yang menimpa kalian adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian”(QS. As Syura:30). Dan ayat yang secara gamblang menjelaskan peran manusia terhadap kerusakan alam yaitu surat Ar Rum: 41: “Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan oleh perbuatan tangan manusia supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. Mungkin kedua ayat di atas menginterpretasikan tentang perilaku atau sikap manusia dalam kehidupannya. Konkritnya adalah dosa, berbuat dzalim kepada sesama, melakukan kecurangan apa pun bentuknya, bahkan mengindahkan ajaran-ajaran agama pun termasuk dosa di dalamnya. Jadi, introspeksi diri adalah solusi terdekat dari semua itu. Kedua, yang bisa kita fahami adalah hakikat dari hidup itu sendiri. Hidup=bencana/cobaan, merupakan sunnatullah (hukum alam) yang manusia tidak berkuasa untuk mencegahnya melainkan hanya mampu mengurangi dampak yang terjadi melalui akal pikiran. Seperti pada surat Al Baqarah ayat 286 “Allah tidak akan memeberikan cobaan di luar batas kemampuannya”. Ayat lainnya Ar Ra’du:11 “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan mereka sendiri”. Dalam hal ini, realita kehidupan memang penuh dengan ancaman dan cobaan. Tugas kita hanya berpikir dan bertindak untuk mengurangi akibat dari pada ancaman itu sendiri tanpa harus berpasrah atau fatalistic. Ketiga adalah kesyukuran kita yang mungkin Tuhan menilainya kurang bahkan tidak sama sekali. Pada surat Ibrahim ayat 7 dijelaskan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur atas (nikmat-Ku) maka aku akan menambahnya, dan apabila kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka adzabku sangat pedih”. Ayat tersebut mengajarkan kita untuk tidak sombong dan angkuh dengan apa yang kita miliki, karena hakikat dari semua itu adalah pemberian Tuhan dan akan kembali kepada pemiliknya kelak, yaitu Allah.



Di lain hal, Tuhan menyuruh pada kita untuk “membaca” lain makna adalah memahami suatu kejadian yang dinilai bukan dari satu sisi melainkan dari dimensi hal yang berbeda. Baik berupa penyebab dan akibatnya bahkan pelajaran yang bisa dipetik setelah kejadian tersebut. Pendek kata adalah membaca alam. Seperti ayat dalam surat Al Zalzalah:1-4 “Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan yang dahsyat dan bumi mengeluarkan segala isinya. Manusia bertanya-tanya, “”ada apa ini ?” hari itu bumi menceritakan kepada manusia tentang ihwalnya”. Secara jelas dipaparkan dalam ayat tersebut tentang makna implisitnya bahwa ketika realita tentang kejadian (bencana) berbicara, saat itu pulalah hal ihwal tentang sesuatu diberitahukan. Segala bencana yang terjadi merupakan simbolis dari pada media I’tibar tentang hidup yang kita jalani.
Apa yang terlihat saat ini, kita hanya bisa merenung dan mawas diri untuk lebih berbenah diri menuju kebaikan selanjutnya, menjadikan media pembelajaran tentang hidup. Pertiwi yang menangis, Indonesia yang bersedih karena alamnya. Memanggil ruh batiniyah kita untuk merelakan sedikit yang kita punya, berbagi harta dan kebahagiaan dengan orang lain. Membayangkan jikalau kita yang berada di posisi mereka, adalah hal terpahit untuk dikenyam sebelum merasakan pahit yang sebenarnya. Penawarnya hanyalah kesabaran dan lapang dada, menerima apa yang terjadi dan menjadikan kita insan yang lebih bersyukur dengan apa yang telah kita miliki tanpa ada sebiji dzarrah pun kesombongan yang menyelimuti.




Hikmah dari apa yang telah melanda negeri ini merupakan hal terpenting yang akan menjadikan kita ummatan syaahidatan. Memahami apa yang terjadi (bencana), menilainya dari berbagai dimensi yang berbeda kemudian menyimpulkannya menjadi satu kesatuan utuh penyelaras kehidupan. Apa yang terjadi, mengapa hal itu terjadi, di mana kejadian itu dan apa yang akan kita lakukan atas kejadian itu, semua ada pada kuasa kita. karena kita hidup untuk kehidupan. Semoga tangisan pertiwi lekas sirna dan kedamaian akan cepat terasa. Semoga !.

0 komentar:

Posting Komentar