Pages

Sabtu, 11 Juni 2011

LINGUISTIK: SEMANTIK

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan semakin hari semakin luas, terutama ilmu dalam bidang kebahasaan. Bahasa bersifat dinamis dan konvensional sehingga antara konsep kebahasaan dalam suatu masa dengan masa lainnya memiliki banyak perbedaan, khususnya perbedaan yang bersifat signifikan. Para peneliti dan ilmuwan dalam bidang ini pun banyak mengeluarkan temuan bahkan opini-opini baru tentang jati diri dari sebuah bahasa, bahasa apapun itu, khususnya bahasa Indonesia yang menjadi bahasa ibu kita sehari-hari. Walaupun bersifat konvensional dan arbitrer, kita pun berkewajiban untuk menelaah lebih jauh eksistensi dan ilmu murni yang melahirkan sebuah kebijaksanaan dalam berbahasa.
Mempelajari seluk beluk lahirnya sebuah bahasa merupakan kebutuhan mendasar bagi para cendekiawan, khususnya bagi kita yang termasuk dari sebagian banyak mahasiswa yang mempelajari tentang sastra dan bahasa. Maka dari itu, untuk menutupi kehausan kita dalam materi dan bahan tentang wujud sebuah bahasa, jalan terbaiknya adalah mempelajari lebih mendalam dan lebih urgen tentang jati diri sebuah ilmu kebahasaan itu sendiri.
Seperti telah dijelaskan sebelumya, dalam mata kuliah linguistik ini memiliki cakupan begitu luas bahkan beragam konsep kebahasaan yang dinilai dan diteliti hingga unsur terkecil dari bahasa itu sendiri. Mulai dari status linguistik sebagai ilmu, obyek dari pembelajaran linguistik, sejarah dan aliran linguistik, pun juga tataran linguistik yang semakin beragam objek kajiannya yaitu: fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan pragmatik. Tataran-tataran tersebut berkorelasi antara satu dengan yang lainnya. Dalam kajian tataran linguistik selanjutnya adalah semantik yang akan dijadikan materi makalah dalam diskusi kali ini.
Menurut Chomsky, Bapak linguistik transformasi menyatakan bahwa betapa pentingnya semantik dalam studi linguistik, maka darinya studi semantik yang sebagai bagian dari studi linguistik menjadi semakin marak. Semantik tidak lagi menjadi objek periferal, melainkan menjadi objek yang setaraf dengan bidang studi linguistik lainnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari semantik?
2. Apa saja yang dikaji dalam semantik?
3. Jenis makna apa yang dipelajari dalam semantik?
4. Apa relasi makan dalam semantik?
5. Apa kesesuaian antara sintaksis dengan semantik?

BAB II:
PEMBAHASAN

A.Pengertian Semantik

Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani ‘sema’ (kata benda) yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’. Kata kerjanya adalah ‘semaino’ yang berarti ‘menandai’ atau ‘melambangkan’. Yang dimaksud tanda atau lambang disini adalah tanda-tanda linguistik (Perancis : signé linguistique).
Menurut Ferdinan de Saussure (1966), tanda lingustik terdiri dari : (1) Komponen yang menggantikan, yang berwujud bunyi bahasa. (2) Komponen yang diartikan atau makna dari komponen pertama.
Kedua komponen ini adalah tanda atau lambang, dan sedangkan yang ditandai atau dilambangkan adalah sesuatu yang berada di luar bahasa, atau yang lazim disebut sebagai refereni / acuan / hal yang ditunjuk.
Jadi, Ilmu Semantik adalah Ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya serta ilmu tentang makna atau arti.

B. Jenis Makna

a. Makna Leksikal, Gramatikal, dan Kontekstual

Makna Leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem (kata) meski tanpa konteks apapun. Misalnya leksem air bermakna leksikal ‘sejenis zat cair yang di gunakan untuk keperluan sehari-hari’. Dengan contoh tersebut dapat dikatakan bahwa leksikal adalah makna yang sesuai dengan hasil observasi indra kita, atau makna apa adanya.

Berbeda dengan makna leksikal, makna gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi. Umpamanya, dalam proses afiksasi prefiks ber- dengan kata dasar baju melahirkan makna gramatikal ‘mengenakan atau memakai baju’.

Makna kontekstual adalah makna sebuah kata yang berada di dalam satu konteks. Misalnya, makna kata jatuh yang dibicarakan sebagai contoh adik jatuh dari sepeda, Dia jatuh cinta pada adikku.

Kata jatuh berarti sama. Artinya merasakan keadaan pindah mengarah ke bawah atau yang lebih dalam. Tetapi kata jatuh akan memiliki arti yang lebih jauh ketika konteks dalam suatu kalimat berbeda jika ada kalimat lain terdapat kata jatuh.
Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasi yaitu tempat, waktu, dan lingkungan penggunaaan bahasa itu.

b. Makna Referensial dan Nonreferensial

Sebuah kata atau leksem disebut makna referensial jika ada referensi atau acuannya. Kata-kata seperti kuda, merah, dan gambar adalah kata kata yang bermakana referensial karena ada acuannya dalam dunia fakta. Sebaliknya kata kata seperti dan, atau,karena adalah termasuk kata kata yang tidak bermakna referensial, karena kata kata itu tidak mempunyai referensi.

c. Makna Denotatif dan Konotatif

Makna denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem. Jadi, makna denotatif sama halnya dengan makna leksikal.
Makna konotatif disebut juga makna konotasional, makna emotif, atau makna evaluatif. Makna konotatif merupakan nilai komunikatif dari suatu ungkapan menurut apa yang diacu, melebihi dari dan di atas isinya yang murni konseptual. Makna ini dapat berubah menurut budayanya, masanya dan pengalaman individu. Misalnya, kata babi dapat memiliki makna konotasi positif pun juga memiliki makna konotasi negatif. Hal ini disesuaikan dengan budaya sekitar. Kata babi berkonotasi positif bagi masyarakat yang non Islam, sedangkan bagi agama Islam merupakan makna yang berkonotasi negatif.

d. Makna Konseptual dan Asosiatif

Makna konseptual biasa disebut juga makna denotatif, makna kognitif, makna ideasional, makna referensial atau makna proposisional. Makna ini sering kali disebut dengan makna yang sebenarnya. Jadi, makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem atau kata terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Contoh kata kuda memiliki makna konseptual (sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai).
Makna asosiatif berhubungan dengan alam di luar bahasa. Makna meliputi makna konotatif, makna afektif, makna stilistik, makna reflektif, dan makna kolokatif. Dengan kata lain, makna asosiatif adalah makna yang sama dengan lambang atau perlambang yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan konsep lain, yang mempunyai kemiripan dengan sifat, keadaan, atau ciri yang ada pada konsep asal kata. Misalnya kata merah yang bermakna konseptual sejenis warna terang menyolok. Kata tersebut digunakan untuk perlambang keberanian atau di dunia politik yang menunjukkan paham atau golongan komunis.

e.Makna Kata dan Istilah

Setiap kata memiliki makna. Pada awalnya, makna yang dimiliki sebuah kata adalah makna leksikal, makna denotatif, atau makna konseptual. Dalam penggunaanya makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya atau konteks situasi. Kita belum tahu makna kata jatuh sebelum kata itu berada di dalam konteksnya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa makna kata masih bersifat umum, kasar, dan tidak jelas.

Maka yang disebut istilah mempunyai makna yang pasti, yang jelas, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Maka sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks, sedangkan kata tidak bebas konteks. Yang perlu di ingat adalah bahwa istilah hanya digunakan dalam bidang keilmuan dan kegiatan tertentu.

Dalam perkembangan bahasa memang ada sejumlah istilah karena sering digunakan, lalu menjadi kosakata yang umum. Artinya, istilah itu tidak hanya digunakan di dalam bidang keilmuanya, tetapi juga telah digunakan secara umum (di luar bidangnya). Seperti istilah akseptor, spiral, akomodasi, virus telah menjadi kosakata umum; tetapi istilah morfem, alofon, dan variasi masih tetap sebagai istilah dalm bidangnya, belum menjadi kosakata umum.

f.Makna Idiom dan Peribahasa

Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat ‘’diramalkan’’ dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Biasanya dibedakan menjadi dua macam idiom, yaitu idiom penuh dan idiom sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang semua unsur-unsurnya sudah melebur menjadi satu kesatuan, sehingga makna yang dimiliki berasal dari seluruh kesatuan itu. Seperti membanting tulang, menjual gigi, meja hijau. Sedangkan idiom sebagian adalah idiom yang sala satu unsurnya masih memiliki makna leksikalnya sendiri. Misalnya, buku putih yang bermakna ‘buku yang memuat keterangan resmi mengenai suatu kasus’.
Berbeda dengan idiom, peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya ’’asosiasi’’ antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa. Contoh, Seperti anjing dengan kucing yang bermakna ‘dua orang yang tidak pernah akur’. Memiliki makna asosiasi bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersua memang selalu berkelahi, tidak pernah damai.

Idiom dan peribahasa terdapat pada semua bahasa yang ada di dunia ini, terutama pada bahasa-bahasa yang penuturnya sudah memilki kebudayaan yang tinggi. Untuk mengenal makna idiom tidak ada jalan lain selain dari harus melihatnya di dalam kamus; khususnya kamus peribahasa dan kamus idiom.

C. Relasi Makna

Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya. Satuan bahasa di sini dapat berupa kata, frase, maupun kalimat; relasi semantik itu dapat menyatakan kesamaan makna, pertentangan makna, ketercakupan makna, kegandaan makna, atau juga kelebihan makna. Dalam pembicaraan tentang tentang relasi makna ini mencangkup sinonim, antonim, polisemi, homonimi, hiponimi, ambiguiti, dan redudansi.

a. Sinonimi

Sinonim atau sinonimi adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu ujaran dengan satuan ujaran lainnya. Misalnya, antara kata betul dengan kata benar. Antara kata melihat dan memandang, dsb.
Relasi sinonim ini bersifat dua arah. Maksudnya, kalau satu satuan A ujaran kata bersinonim dengan satuan ujaran B, maka satuan ujaran B bersinonim dengan satuan ujaran A. Namun, kata yang bersinonim tidak selamanya memiliki makna sama atau persis. Tidak semua kata bisa ditukarkan ataupun disubstitusikan. Hal itu disebabkan karena beberapa faktor, antara lain yaitu:
Pertama, faktor waktu. Seperti halnya kata hulubalang bersinonim dengan kata komandan. Namun, kata hulubalang memiliki pengertian klasik sedangkan komandan tidak memiliki pengertian klasik. Secara kongkrit, kata hulubalang hanya cocok untuk konteks klasik sedangkan kata komandan tidak.
Kedua, faktor tempat atau wilayah. Misalnya kata saya dan beta yang keduanya bersinonim. Namun, kata saya dapat digunakan di mana saja. Sedangkan kata beta hanya cocok digunakan untuk wilayah Indonesia bagian timur.
Ketiga, faktor keformalan. Misalnya kata uang dan duit adalah dua buah kata yang bersinonim. Namun, kata uang digunakan dalam ragam formal dan tak formal, sedangkan duit hanya cocok untuk ragam tak formal.
Keempat, faktor sosial. Umpamanya, kata saya dan aku adalah kata bersinonim. Tetapi kata saya bersifat lebih general dan bisa digunakan di mana dan kepada siapa saja; sedangkan kata aku hanya dapat digunakan terhadap orang yang sebaya, yang dianggap akrab ataupun yang setara kedudukan sosialnya.
Kelima, bidang kegiatan. Umpamanya kata matahari dan surya. Kata matahari bisa digunakan dalam kegiatan apa aja, kata tersebut bersifat umum, sedangkan kata surya hanya cocok digunakan pada ragam khusus, terutama ragam sastra.
Keenam, faktor nuansa makna. Misalnya kata-kata melihat, melirik, menonton, meninjau dan mengintip adalah sejumlah kata yang bersinonim. Tetapi antara yang satu dengan yang lainnya tidak selalu dapat dipertukarkan, kerena masing-masing memiliki nuansa makna yang berbeda.

b. Antonimi

Antonim atau antonim adalah hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan, atau kontras antara yang satu dengan lainnya. Misalnya, kata buruk dengan kata baik; kata mati berantonim dengan kata hidup, dsb.
Seperti halnya dalam konteks sinonimi, antonimi pun juga bersifat dua arah. Dilihat dari sifat hubungannya, maka antonimi dapat dibedakan atas beberapa jenis, antara lain:
Pertama, antonimi yang bersifat mutlak. Misalnya kata hidup dan kata mati mutlak berantonim. Sebab sesuatu yang hidup belum tentu mati, pun juga yang mati belum tentu hidup.
Kedua, antonimi yang bersifat relatif atau bergradasi. Seperti halnya kata besar dan kata kecil, jauh dan dekat, gelap dan terang. Jenis antonim ini bersifat relatif karena batas antara yang satu dengan lainnya tidak dapat ditentukan secara jelas.
Ketiga, antonimi yang bersifat relasional. Misalnya, antara kata membeli dan menjual, antara suami dan istri, antara guru dan murid. Antonim ini jelas memiliki hubungan atau relasi antara yang satu dengan lainnya.
Keempat, antonimi yang bersifat hirarkial. Umpamanya kata gram dan kilogram. Dua buah kata tersebut merupakan antonim yang berada dalam satu garis jenjang ukuran timbangan.

c. Polisemi

Polisemi adalah sebuah kata atau ujaran yang mempunyai makna lebih dari satu. Umpanya kata kepala yang setidaknya mempunyai makna (1) bagian tubuh manusia, (2) ketua atau pemimpin, (3) sesuatu yang berada di sebelah atas, (4) sesuatu yang berbentuk bulat, (5) sesuatu atau bagian yang sangat penting.
Dalam kasus polisemi ini, biasanya makna pertama yang didaftarkan di dalam kamus adalah makna yang sebenarnya, makna leksikal, makna denotatifnya atau makna konseptualnya.


d. Homonimi

Homonimi adalah dua buah kata yang bentuknya kebetulan sama; maknanya tentu saja berbeda, karena masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan. Misalnya kata bisa yang berartikan sanggup dengan makna bisa yang berartikan racun ular.
Pada kasus homonimi ini ada dua istilah lain yang dibicarakan, yaitu homograf dan homofon. Yang dimaksud dengan homograf adalah adanya kesamaan dalam otografi atau ejaannya tetapi ucapan dan maknanya berbeda. Misalnya, kata memerah yang berartikan sesuatu menjadi berwarna merah dengan memerah yang berartikan melakukan perah. Hal ini merujuk pada fonem, yaitu fonem /e/ dan fonem /ə/.
Sedangkan homofon adalah adanya kesamaan bunyi antara dua satuan ujaran tanpa memperhatikan ejaannya, apakah ejaannya sama ataukah beda. Misalnya kata bang yang berartikan panggilan kepada seseorang yang lebih tua, dengan bank yang berartikan tempat penyimpanan uang.
e. Hiponimi

Hiponim atau hiponimi adalah hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran lain. Dalam hal ini, kata yang bersifat umum dan mampu membawahi kata-kata lainnya disebut dengan sub ordinat. Seperti halnya, anjing, ayam, kucing, sapi, dan burung adalah sub ordinat daripada hewan. Dari jenis hewan-hewan tersebut bisa dijadikan sub ordinat dari bangsa atau jenis hewan itu sendiri.

f. Ambiguiti

Ambiguiti atau ketaksaan adalah gejala dapat terjadinya kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang berbeda. Tafsiran gramatikal ini umumnya terjadi pada bahasa tulis. Umpamanya, buku sejarah baru yang mempunyai banyak tafsiran yaitu (1) buku sejarah itu baru terbit, (2) buku itu memuat sejarah zaman baru. Kemungkinan makna (1) dan (2) itu terjadi karena kata baru yang ada dalam konstruksi kalimat tersebut.

g. Redudansi

Redudansi diartikan sebagai penggunaan yang berlebih-lebihan dalam menggunakan unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran. Contohnya, kalimat bola itu ditendang oleh Dwika tidak akan berbeda dengan kalimat bola itu ditendang Dwika. Jadi, tanpa menggunakan preposisi oleh pun tidak berpengaruh dan merubah makna. Nah, penggunaan kata oleh inilah yang dianggap redudans atau berlebih-lebihan.


D. Perubahan Makna

Secara sinkronis makna sebuah kata atau leksem tidak akan berubah; tetapi secara diakronis ada kemungkinan dapat berubah. Maksudnya dalam masa yang relatif singkat, makna sebuah kata akan tetap sama, tidak berubah; tetapi dalam waktu yang relatif lama ada kemungkinan makna sebuah kata akan berubah. Ada kemungkinan ini bukan berlaku untuk semua kosakata yang terdapat dalam sebuah bahasa, melainkan hanya terjadi pada sejumlah kata saja. Macam-macam perubahan makna:
1). Makna Meluas
Makna Meluas adalah perubahan makna yang dialami sebuah kata yang dialami sebuah kata yang awalnya mengandung makna yang khusus,tetapi kemudian meluas maknanya.contoh: bapak, ibu, saudara, putra, putri, adik, kakak, layar, laksamana dan sebagainya.
2). Makna Menyempit
Makna menyempit adalah sebuah kata yang makna lamanya lebih luas dari makna yang baru. Contoh: pendeta, sarjana, dan sebagainya.

E.Medan Makna dan Komponen Makna

a.Medan Makna
Medan makna atau medan leksikal adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta. Misalnya: nama-nama warna, nama-nama perabot rumah tangga, atau nama-nama perkerabatan, yang masing-masing merupakan satu medan makna.

b.Komponen Makna
Setiap kata, leksem, atau butir leksikal tentu mempunyai makna. Makna yang dimiliki oleh setiap kata itu terdiri dari sejumlah komponen (yang disebut komponen makna) yang membentuk keseluruhan makna kata itu. Komponen makna ini dapat dianalisis, dibutiri atau disebutkan satu per satu, berdasarkan “pengertian-pengertian” yang dimilikinya.
Umpamanya, kata ayah memiliki komponen makna /+manusia/, /+dewasa/, /+jantan/, /+kawin/,dan /+punya anak/; dan kata ibu memiliki komponen makna /+manusia/, /+dewasa/, /-jantan/,/+kawin/,dan/+punya anak/.
*keterangan: Tanda + berarti memiliki komponen makna tersebut dan Tanda – berarti tidak memiliki komponen makna tersebut.
c. Kesesuaian Sintaksis dan Semantis
Dalam proses komposisi, atau proses penggabungan leksem dengan leksem, terlihat juga bahwa komponen makna yang dimiliki oleh bentuk dasar yang terlibat dalam proses itu menentukan juga makna gramatikal yang dihasilkannya. Namun sesuai tidaknya sebuah kalimat bukan hanya masalah gramatikal, tetapi juga masalah semantik.
Contoh:
(1). *Kambing yang Pak Udin terlepas lagi
Ketidakesesuaian kalimat tersebut adalah kesalahan gramatikal, yaitu adanya konjungsi yang antara kambing dan Pak Udin. Konjungsi yang tidak dapat menggabungkan nomina dengan nomina; tetapi dapat menggabungkan nomina dengan ajektifa. Misalnya menjadi kambing yang besar, atau kambing yang kurus. Lagipula dalam konstruksi yang menyatakan milik tidak perlu menggunakan konjungsi yang. Maka kalimat tersebut menjadi benar kalau dikatakan seperti kalimat berikut:
(1a). * Kambing Pak Udin terlepas lagi.
(2). * Segelas kambing minum setumpuk air.
Kalimat diatas tidak sesuai, bukanlah karena kesalahan gramatikal maupun informasi, melainkan karena kesalahan semantik. Kesalahan itu berupa tidak adanya persesuaian semantik diantara konstituen-konstituen yang membangun kalimat itu. Frase *segelas kambing pada kalimat di atas tidak sesuai karena kata segelas memiliki komponen makna /+satuan wadah/, /+benda cair/, /+dan terhitung/; padahal kata kambing berkomponen makna /-benda cair/ dan /+terhitung/. Jadi mana mungkin menempatkan benda tidak cair dan terhitung pada wadah untuk benda cair yang tidak terhitung. Begitu juga dengan frase *setumpuk air. Kata setumpuk memiliki memiliki komponen makna /+satuan hitungan/ dan /-benda padat/; padahal kata air tidak memiliki komponen benda padat itu. Kalimat yang benar adalah:
(2a). * Seekor kambing minum seember air.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Konklusi dari pemaparan tentang semantik adalah bahwa kata semantik berasal dari bahasa Yunani yang beristilah Ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya serta ilmu tentang makna atau arti.
Selain itu semantik memiliki banyak jenis makna dan relasi makna antara satu leksem dengan leksem lainnya, pun juga antara kalimat dengan kalimat lainnya. Bahkan korelasi antara tataran linguistik yang meliputi fonologi, morfologi, sintaksis dan pragmatik dengan semantik sangatlah berkaitan satu sama lain.
Secara singkat, setiap kata memiliki arti atau makna berbeda di setiap konteks yang dibicarakan tergantung pada hubungan kata tersebut dengan kata yang menggandeng sebelum dan sesudah kata tersebut.

B. Daftar Pustaka
-Chaer, Abdul. 2007. Linguistic Umum. Jakarta; Rineka Cipta-
-Herniti, Eneng dkk. 2005. Naskah Buku Ajar Bahasa Indonesia. Yogyakarta; Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga-
-www.google.com-

0 komentar:

Posting Komentar