Pages

Jumat, 03 Juni 2011

Penghimpunan Al Quran


A. Pendahuluan

Perkembangan zaman disertai canggihnya teknologi dan semakin beragamanya ilmu pengetahuan menimbulkan banyak pertanyaan di benak para ilmuan, khususnya sarjana muslim tentang kronologis penyampaian dan penghimpunan kitab suci Al Quran. Pasalnya sifat kritisisme telah timbul di setiap pribadi para pelajar Islam. Sehingga bagi mereka, baik yang menyangkut konsep beragama maupun kitab sucinya harus diketahui secara menyeluruh, artinya tidak setengah-setengah dalam memahami atau mengetahui konsep keislamannya. Hal inilah yang menjadi tolak ukur terpenting bagi sarjanawan muslim. Maka dari itu, sikap eksistensi diri dalam melebur apa-apa yang menjadi ketidakmengertian harus mereka lakukan dengan tujuan untuk menemukan sebuah titik temu yang bersifat singkronisme antara paham yang telah termaktub dengan yang mengambang dalam logika.
Permasalahan ini dapat terselesaikan dengan cara penelitian lebih lanjut oleh mereka tentang apa yang menjadi sebuah pertanyaan besar. Sikap tersebut mampu memudahkan mereka dalam pemahaman Islam yang lebih mendalam. Terkadang penelitian secara letterlek yang bersumber dari kitab suci Al Quran itu sendiri pun masih belum memuaskan mereka dalam proses dan hasil penelitiannya. Sehingga dibutuhkan bukti-bukti nyata lainnya dari alam sekitar yang menjadi penguat tentang pencarian kebenarannya. Khususnya perihal penghimpunan ayat-ayat suci Al Quran yang sejauh ini masih terjadi simpang-siur di antara kaum ilmuan sarjana muslim. Rumusan masalah dalam makalah mengenai proses penghimpunan Kitab Suci Al Quran dari zaman Rasulullah SAW hingga saat ini. Dimuai dari penghimpunan Al Quran dari aspek menghafalkan dan menuliskan di masa Rasulullah, selanjutnya penghimpunan di masa khalifah Abu Bakar, kemudian penghimpunan di masa khalifah Utsman bin ‘Affan, tentang kemurnian dan keragu-raguan terhadap Al Quran dan pendapat kita tentang sikap sebagai seorang muslim dalam menjaga keotentikan Al Quran. Berikut ini penjelasannya:

B. Pembahasan

1. Penghimpunan di Zaman Nabi
Teori yang berkembang luas di kalangan sarjana muslim bahwa bangsa Arab adalah bangsa yang mayoritas masyarakatnya buta aksara dan bodoh. Hal inilah yang menjadi penelitian fundamental bagi para sarjana muslim. Akankah kaum yang notabene masyarakatnya yang buta aksara dan bodoh mampu menghimpun dan mengkodifikasikan ayat-ayat suci Al Quran?
Sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW telah ditemukan bukti arkeologis berupa prasasti yang sedikit memberikan titik pencerahan kepada para ilmuwan muslim di tanah Arab. Seperti halnya di abad ke-3 ditemukan prasasti yang berbahasa Arab ditiga sketsa kasar yang tertera pada tembok suatu kuil di Siria. Prasasti yang lebih awal dari kehadiran Nabi memang belum ditemukan di sekitar Mekkah.
Jamm’ul Quran adalah salah satu istilah yang dicetuskan oleh para sarjana muslim sebagai teknis pengumpulan wahyu-wahyu. Teknis tersebut dibagi menjadi dua yaitu: pemeliharaan dalam penyimpanannya ke dalam “dada” manusia atau menghafalkannya; dan mengabadikan seca tertulis di atas berbagai jenis bahan untuk menulis.

2. Penghimpunan dalam arti menghafalnya

Wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW pada faktanya dipelihara dari kemusnahan. Salah satu caranya ialah menyimpannya ke dalam “dada manusia” atau menghafalkannya.
Pada mulanya, ayat-ayat suci Al Quran Al Karim dipelihara dalam ingatan Nabi dan para sahabatnya. Tradisi hafalan dalam masyarakat Arab memungkinkan terpeliharanya Al Quran cara semacam ini. Jadi setelah menerima suatu wahyu, Nabi lalu menyampaikannya kepada pengikutnya (para sahabat) dan kemudian menghafalkannya. Sesuai dengan firman Allah SWT;
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
Artinya: “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Ma’idah/5: 67)
Para sahabat telah dikenal dengan kencintaan dan semangat mereka dalam menghafal Al Quran. Dalam kitab sahih Al Bukhori telah dikemukakan adanya tujuh huffadz di masa para sahabat, mereka adalah Abdullah bin Mas’ud, Salim bin Ma’qal; bekas budak Abu Hudzaifah, Muaz bin Jabal, Ubai bin Katab, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin Sakan dan Abu Darda.

a. Penghimpunan dalam arti menulisnya

Kendati diwahyukan secara lisan, Al Quran sendiri secara konsisten menyebut sebagai kitab tertulis. Hal ini memberikan indikasi bahwa wahyu tersebut tercatat dalam tulisan. Pada dasarnya, ayat-ayat Al Quran tertulis sejak awal perkembangan Islam. Tradisi tulis menulis mulai berkembang di masyarakat Mekkah, mungkin bisa ditafsirkan tulis menulis di Mekkah masih asing atau baru. Sebagian besar bukti tidak langsung dari Al Quran, justru memperlihatkan keakraban orang Mekkah maupun Madinah dengan tulis menulis atau peralatanya yang termasuk salah satu bukti nyata, yaitu perniagaan. Dalam perniagaan tersebut terdapat banyak interaksi yang melalui media tulisan.
Menurut Al Baladzuri, pada masa Nabi Muhammad SAW hanya terdapat 17 orang lelaki-ditambah segelintir wanita- yang bisa menulis. Tetapi pernyataan ini sangat tidak masuk akal, sebab Nabi Muhammad SAW telah menunjuk beberapa sahabat yang ditunjuk untuk menuliskan wahyu, seperti Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi thalib, Muawiyah bin Abu Sufyan, Ubai bin Ka’ab dan masih banyak para sahabat lainnya.
Zaman dahulu tidak mengenal kertas sebagai media untuk menuliskan sesuatu, namun banyak media alternatif lainnya yang digunakan untuk menghimpun ayat-ayat suci Al Quran. Hal inilah yang menarik dalam penghimpunan Al Quran di zaman Rasulullah SAW. Sejarah mengatakan bahwa media untuk penulisannya wahyu tersebut berupa lontar, batu, kertas kulit binatang ataupun dinding-dinding goa, dsb.
Dalam Al Quran dijelaskan tentang bahan-bahan tulis menulis dalam penghimpunan ayat-ayat suci Al Quran. Seperti dalam surat Al An’am/6 ayat 91:
“Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya, di kala mereka berkata: "Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia." Katakanlah: "Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebahagiannya) dan kamu sembunyikan sebahagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui(nya) ?" Katakanlah: "Allah-lah (yang menurunkannya)", kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al Quran kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya.”
Rujukan kata Qirthas dalam bentuk plural yakni Qaraths yang menyiratkan lembaran-lembaran kertas yang berupa lontar sebagai media untuk menuliskan ayat-ayat suci Al Quran. Hal ini juga dibuktikan dalam surat yang sama di ayat ke-7 yang mengacu pada sebuah kitab terbuat dari sebuah lontar. Barangkali kitab jenis inilah yang merujuk kepada Al Quran.

2. Penghimpunan pada masa Abu Bakar

Abu bakar adalah salah satu sahabat Nabi yang termasuk dalam jejeran Khulafaur Rasyidin. Masa pemerintahan yang pertama setelah Rasulullah SAW wafat dipercayakan kepada Abu Bakar oleh masyarakat. Pada masa kekhalifahan Abu Bakar terjadi beberapa pertempuran (dalam perang Ridda) yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-Quran dalam jumlah signifikan. Umar bin Khattab saat itu merasa sangat khawatir akan keadaan tersebut. Sebab kejadian itu Dia meminta Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh tulisan ayat-ayat Al Quran yang saat itu tersebar di antara para sahabat. Abu Bakar lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksanaan tugas tersebut.
Abu Bakar mengatakan kepada Zaid bin Tsabit: “Sesungguhnya Engkau adalah pemuda yang cerdik, kami tidak pernah menuduhmu sesuatupun, dan Engkau dahulu penulis wahyu Rasulullah, maka periksalah Al Qur’an yang ada sekarang.” Cara terefektif yang dilakukan Zaid bin Tsabit dalam penghimpunan Al Quran adalah dari sumber hafalannya. Dia termasuk salah satu sahabat yang ditugaskan Nabi SAW untuk menghafal Al Quran. Kemduian Ayat-ayat Al Quran tersusun rapi dalam sebuah mushaf. Dan hasilnya diserahkan oleh Zaid bin Tsabit kepada Abu Bakar. Dan Abu Bakar menyimpannya hingga wafat.

3. Penghimpunan pada Masa Utsman

Selain penghimpunan yang dilakukan di masa khalifah Abu Bakar, penghimpunan Al Quran juga dilakukan di masa khalifah Ustman bin ‘Affan. Ustman mengkodifikasikan Al Quran berbentuk mushaf, yang dikenal dengan mushaf ustmani. Dan perlu kita ketahui bahwasanya kitab suci Al Quran yang kita ada di tangan kita dan kita gunakan saat ini merupakan wujud Al Quran yang dihimpun oleh khalifah Ustman.
Berbagai metode yang dilakukan Utsman dalam penghimpunan ayat-ayat suci Al Quran. Tentunya berbeda dengan konsep penghimpunan Al Quran di masa Abu Bakar. Baik dari segi teknisi, dari segi jumlah kordinator penghimpunannya, dari segi sumber suhufnya, dan dari jumlah naskah yang disahkan untuk dijadikan sumber.
Khalifah Utsman bin ‘Affan mempercayakan kepada dua belas orang untuk mengurusi dengan mengumpulkan atau menghimpun ayat-ayat suci Al Quran, mereka adalah Sa’ad bin Al-As, Nafi’ bin Zubair bin Amr bin Naufal, Ubbay bin Ka’ab, Abdullah bin Zubair, Zaid bin Tsabit, Abrur Rahman bin Hisyam, Khatir bin Aflah, Anas bin Malik, Abdullah bin Abbas, Malik bin Abi Amir, Abdullah bin Umar, dan Abdullah bin Amr bin Al-As.
Banyak ilmuwan yang menguras waktu untuk membandingkan atau mencari perbedaan antara mushaf Utsmani dengan mushaf-mushaf lainnya. Dan ditemukan perbedaan di anataranya yaitu:
1. Mushaf dihiasi dengan perak
2. Ia mengandung pemisah surat tinta berwarna hitam sepanjang penyambung yang dihiasi seperti rantai memanjang sepanjang garis.
3. Ia juga mempunyai pemisah ayat dalam bentuk titik.
4. Dsb.
Inilah tahapa pertama penghimpunan Al-Qur’an. Al-Qur’an tersalin dalam beberapa mushaf , dan walaupun tidak terlalu esensial terdapat perbedaan antara satu mushaf dengan lainnya. Hingga pada masa pemerintahan Khalifah Utsman, kaum muslimin terus melanjutkan ekspansi dakwahnya sehingga kaum muslimin merasa perlu untuk menyatukan Al-Qur’an dalam satu mushaf.
Usaha Utsman mengarah pada sebuah keberhasilan dalam penghimpunan Al Quran. Hal ini ditandai oleh dua hal: pertama, tidak ada mushaf di provinsi Muslim kecuali mushaf Ustmani yang telah menyerap ke darah daging mereka; dan kedua, mushaf atau kerangka teks mushafnya dalam jangka waktu 14 abad tidak bisa dirusak alias abadi. Susungguhnya manifestasi Kitab Suci Al Quran adalah benar-benar suatu keajaiban.

4. Kemurnian Al Quran

Kemurnian Al Quran? Dijamin oleh Allah sepanjang masa. Dalam surat Yunus ayat 37 menjelaskan bahwa Al Quran bukanlah buatan atau rekayasa manusia, ia merupakan karya asli Allah SWT sebagai wahyu kepada Nabi SAW:
“Tidaklah mungkin Al Quran ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al Quran itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam.”
Jaminan Allah atas keaslian Al Quran terbukti bahwa Al Quran tidak pernah mengalami perubahan di seluruh dunia. Baik dari segi teks, huruf, ayat dan susunannya sama baik di negara Islam maupun tidak. Hal ini didukung oleh beberapa faktor yang menyebabkan terpeliharanya keotentikan kitab suci Al Quran, seperti halnya Banyak para penghafal Al Quran, sebab bahasa Al Quran adalah bahasa yang mudah untuk dibaca dan dihafal.
Sesuai dalam kalam Allah SWT,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al Hijr/15:9)

5. Beberapa keragu-raguan terhadap Al Quran

Banyak kaum khususnya kaum orientalis yang meragukan akan keaslian dan kebenaran Al Quran. Hal ini terbukti sebab mereka beranggapan bahwa Al Quran merupakan bahasa manusia, dan hanya bersumber dari ucapan Nabi SAW. Jelas-jelas pendapat mereka sangatlah bertentang dengan kebenaran yang ada. Banyak sumber da bukti-bukti bahwa Al Quran bukanlah sebuah kitab yang terdapat keragu-raguan di dalamnya. Sesuai dengan firman Allah SWT,
ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ
“Kitab Al Quran ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.” (QS. Al Baqarah/2:2)
Beberapa ilmuwan barat yang meragukan dan mempermasalahkan meontentikan Al Quran sebagai kitab suci. Salah satunya adalah orientalis asal Prancis, Sivestre de sacy mengemukakan dugaan kepalsuan dalam penghimpunan ayat-ayat Al Quran. Di mengatakan bahwa Abu Bakar merekayasa sebagian ayat-ayat Al Quran dalam proses pengumpulannya. Ilmuwan tersebut mempermasalahkan berita tentang wafatnya Nabi SAW. Dia berargumen bahwa adanya ketidaksingkronisasi antara beberapa ayat dengan ayat-ayat lainnya yang menceritakan tentang kehidupan Nabi. Namun, secara historis, Abu Bakar tidak mungkin merekayasa dalam proses pengumpulannya sebab kesesuaiannya dengan konteks sejarah. Bukti lainnya, Abu Bakar merupakan salah satu sahabat Nabi yang memiliki kedekatan emosional secara intim dengan Beliau, sehingga kemungkinan dalam pemalsuan dalam pengumpulannya sangatlah kecil bahkan dikatakan tidak mungkin.

6. Menurut pendapat Anda, apa peran kita sebagai kaum muda muslim dalam menjaga keotentikan Al Quran?

Sebagai generasi penerus muslim yang berpengaruh di masa depan, cara efektif untuk memelihara keotentikan kitab suci Al Quran ialah dengan cara pemerhatian lebih kepadanya. Hal ini memiliki arti luas yang dipersempit kepada dua cara, yakni: menghafalkannya seperti cara-cara yang dilakukan oleh para sahabat Nabi; dengan membumikan Al Quran ke dalam “dada”, kemudian yang kedua dengan cara pemahaman lebih akan makna dan maksud ayat-ayat Al Quran, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit. Cara kedua ini merujuk pada sebuah pengamplikasian dan realisasi makna yang terkandung dalam Al Quran. Tentunya aplikasi makna dalam management dan konsep kehidupan kita sehari-hari.

C. Kesimpulan

Kesimpulan dari keseluruhan topik penghimpunan Al Quran adalah sebuah proses yang melatarbelakangi penyampaian Al Quran dari tangan Rasulullah SAW kepada seluruh ummat Islam hingga saat ini. Penghimpunan Al Quran tidak hanya dilakukan dalam satu periode, melainkan dilanjutkan di masa-masa setelah Rasulullah SAW wafat. Diawali dari penugasan Rasulullah SAW kepada sahabat Ali bin Abi Thalib sebelum Beliau wafat untuk mengumpulkan mushaf-mushaf Al Quran yang disimpannya di bawah tempat tidur Beliau hingga diteruskan kepada sahabat-sahabat lainnya seperti halnya; Abu Bakar dan Ustman bin ‘Affan. Sebenarnya banyak sahabat-sahabat yang menghimpun mushaf Al Quran, akan tetapi dalam makalah ini disoroti sahabat dalam garis besarnya, yaitu sahabat-sahabat yang lebih berpengaruh terhadap perkembangan ajaran Islam. Dan perlu diketahui bahwasanya Al Quran yang kita gunakan hingga saat ini di seluruh dunia merupakan mushaf dari khalifah Utsman biin ‘Affan.

0 komentar:

Posting Komentar