Pages

Jumat, 03 Juni 2011

sajak-sajakku kembali menetas di bilik singgahsana tinta



Kubah Diri

Altar jiwa terbungkus benalu bisa
Angkara menyeruak di balik sempoyongan permadani
Lunglai dan rapuh terbawa mesiu bising di pelataran jalan buntu
Lembut perangai mulia begitu diharap
Jelajah hati nan bijak bersuara dalam harapan semu
Dia mulai tertatih-tatih menuju puncak kubah
Adakah rintihan terdengar di setiap seretan langkah?
Kubah diri yang dicari
Dalam lempengan-lempengan bijak kelembutan diharap
Antara keji, mungkar dan perkara misteri
O, dia mampu tak abaikan kemuliaan
Bersama riuh jati diri yang dicari
Tinggi kubah jelmakan putus asa dalam dirinya
O, pernahkah kau ingat ayat itu ketika dia terdiam?
Maafkan, hancurkan batu kekerasan dalam permata hati
Cahaya itu hadir sela-sela kepasrahan dia jalani
Karena kubah diri sungguh bertahta di kursi kerajaan-Nya
O, tataplah mungkar tuk dia cengkram
Ingatlah! Dia dan kubah dirinya menjulang di atas penghalang


Negeri Biadab

Tengok kanan kirimu terhampar jasad remuk redam
Menyeruak anjing mengitari jalanan kota bersimbah duri
Di manakah negeri kau junjung akhlak dimensi?
Hthh, kebusukan menuai dalam neraka jahannam
Biarkah kau tusuk jari-jemarimu dengan pisau kebajikan
Satu waktu tertoreh bias asa yang kau simpan
Kau pahat dinding bumi negerimu dengan janji-janji keabadian
Negerimu itu rindukan tetes demi tetes ketentraman
Bisakah kau dengar bisikannya setiap jam berdenting?
Ah, kau ini hanya letakkan sadarmu di pundak rusa
Oh, pantas saja negerimu biadab!
Tak tahukah kau bahwa neraka menanti kehancuran negeri tak kenal akhlak dimensi
Maka kuingatkan saja kau dengan waktu
Ku kenalkan saja kau dengan mizan yang menunggu
Negeri biadab bukan sahabat dalam hening akhirat
Buka mata dahimu, rasakan mulut hatimu
Distorsi kehidupan itu tak laku
Sejenak kau kan tahu,
Tentang jalan yang selalu tersemai dengan pengajaran kalbu
Dan Negeri biadab itu kan terhalang dari anjing-anjing semu




6 masa

Pusara bumi mengitari semesta bervolum kasturi
Awan kelabu bergemul lalui ilalang langit
Lihai gemulai sang nada dunia alurkan puisi-puisi malam
Malam berganti siang, senja pun berganti fajar
Tuhan ciptakan makhluk cakrawala dengan 6 masa
Bintang-gemintang bergemuruh dalam rawa keindahan
Rembulan penyempurna kesetiaan bintang pada langitnya
Fajar merekah, kicau burung senadakan kata, dan sepoi angin lembutkan hawa
Ialah nafas penghidupan bagi para makhluk yang bertahta
Rerimbunan hijau terhampar ruah di ladang-ladang basah
Air mengarus ke ulu samudra
Ikan-ikan menari lemah gemulai bercumbukan karang
Mereka bertasbih memuja pencipta
Tak pernah tersanksikan akan semesta penciptaan

Zakariya di mihrab

Katup nadi sematkan keyakinan dekat sanubari
Telisik arti-mengarti ketika ajaran-Mu kian melekat di kisi-kisi irama
Kau awali pada Zakariya di mihrab
Pemelihara janur nazar luaskan arti ajaran-Mu
Lewati surat wahyu yang Kau tuangkan dalam cawan hidup
Ketika itu Kau sematkan pendidikan baja
Pada setiap mujahid Kau temui hati dengan hati
Al-Imran Kau jadikan jembatan sempurnakan pengetahuan
Menanam saling mengetam dalam logika setiap insan
Zakariya mengulum bumi dengan otak dan hati
Sebagai warisan dedukasi tinggi pada penerus ajaran tersampaikan
Sebab dunia tercerahkan oleh ilmu pengetahuan


Batu

Bulir,
Air,
Hujan,
Menetes,
Perlahan,
Cumbui batu-batu kaku
Hitam pekat
Akhirnya,
Retak,
Terkikis,
Kelu,
Pendidikan itu batu
Laksana tetesan demi tetesan hujan membuka tabir sains ibnu hajar